Jumat, 02 September 2011

Mudik.

Picture from; Gettyimages.


'Tahun ini aku mau mudik' Kata umi sambil repot memasak untuk merayakan lebaran. 'Biarpun dikampung sudah tidak ada lagi sanak saudara untuk dikunjungi, aku mau mudik' Lanjut umi sambil tersenyum meskipun penuh peluh kepanasan. 'Aku mau menguji diriku sendiri, sabarkah aku mengikuti ritual mudik? Sabarkah aku mengantre ber jam jam ditengah kemacetan jalan? apakah aku marah dan mengumpat jika ada yang menyerobot dan memotong jalan? apakah aku bisa tetap sabar ditengah rasa lelah, lapar dan haus?apakah aku memaafkan keadaan? aku kepingin merasakan senang susahnya berjuta juta saudara kita yang bersusah payah mudik, mereka punya tujuan dikampung untuk ditemui, aku hanya mau menemui diriku sendiri saja' Umi tersenyum lagi sambil meluruskan punggungnya sejenak.

'Aku mau tau, apakah aku bisa mendahulukan orang lain ditengah kesempitan, apakah aku bisa tetap merasa damai ditengah kepenatan, semua yang telah kupelajari, semua yang telah kujalani semasa puasa, apakah mengubah diriku, meskipun hanya sedikit saja, apakah aku menjadi lebih baik ? aku tidak pernah akan tahu, apabila aku tidak menempatkan diriku didalam kesempitan,... kalau aku tetap berada dirumah yang nyaman disini, aku tidak akan pernah tahu kelemahan kelemahan ku, aku tidak bisa memeperbaiki diri' Kata umi lagi dengan serius. 'Semua kesulitan dan kesempitan akan memberikanku kesempatan untuk memperbaiki diri, menyucikan hati'

'Bukankah aku beribadah dan berpuasa untuk menyucikan hati? melapangkan hati? Aku mencoba menempatkan diriku diantara pilihan pilihan yang sulit, pada saat sulit, aku bisa melihat, apakah aku sudah bisa mendahulukan orang lain daripada diriku sendiri? apakah aku bisa merendahkan hati dihadapan orang lain? apakah aku tidak menghakimi dan berpikir negatif terhadap kelakuan orang yang tidak berkenan kepadaku? Jika aku bisa melakukan semua itu, barulah aku bisa merasa bahwa ibadah dan puasaku benar dan ada hasilnya, apabila tidak, berarti aku akan banyak pekerjaan batin diwaktu waktu berikutnya'.
'Memang tidak ada sanak saudara yang bisa kutemui dikampung, tapi aku masih bisa menjumpai kampungku, bukankah satu waktu nanti kita semua akan mudik juga kerumah Illahi? Yang membedakan cuma waktu dan bekalnya saja. Itulah mudik besar setiap orang. Mudik mudik kecil inilah yang aku lakukan sekarang'.

'Meskipun kudengar kampungku sudah banyak berubah, tidak ada lagi rumah rumah dan pohon pohon, seperti dulu lagi, juga kudengar bahwa sekarang rumah rumah sudah menjadi toko dan pabrik, tetap saja menyenangkan untuk melihat kampung, tempat kita darimana berasal dan tumbuh besar. meskipun tidak sama seperti dalam ingatan, tetapi berkunjung kesana membuat kita mengingat kembali segala kebaikan'.

'Aku membawa oleh oleh bukan berupa kue atau barang barang, aku membawa hati yang lapang, yang bisa menerima segala kekurangan akibat perubahan, oleh oleh yang akan kuberikan ketika aku berhasil menemui diriku sendiri'. Umi tersenyum sambil menutup rantang dan menyuruhku pulang membawa hasil masakannya. Dengan riang umi bilang, ia akan cepat berkemas, supaya besok, menjelang fajar, ia sudah bisa berada dalam kendaraan yang membawanya pulang. Menemui dirinya sendiri. Dikampungnya.

Selamat Idul Fitri umi, mohon maaf lahir dan bathin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar