Kamis, 25 Agustus 2011

Pak Karso.

Picture from; Kompasiana.com.




Pak karso adalah tukang sampah yang setiap hari berkeliling komplek perumahan kami semenjak 15 tahun lalu. Selain mengambil sampah rumah tangga, pak karso juga menyapu jalan dan membersihkan selokan. Pokoknya, kebersihan lingkungan tempat tinggal kami adalah tanggung jawab pak karso. Pada mulanya, saya sering kesal, karena untuk ukuran seorang tukang sampah, pak karso jarang datang, masak, mengambil sampah dan membersihkan lingkungan cuma 3 hari sekali. Itupun termasuk bagus, kadang ia pulang kampung, dan baru kembali seminggu sesudahnya. Bisa dibayangkan bau sampah menumpuk, dan jalanan yang kotor merusak pemandangan. Yang membuat saya tambah kesal, ia sering meminjam uang ke kas erte, ada ada saja keperluannya, tapi pinjaman terbesar biasanya untuk keperluan sekolah anaknya, katanya. Kadang, saya kasihan melihat ia diam saja, tidak protes ketika gaji kecilnya dipotong pinjamannya. Tapi kekesalan saya melebihi rasa kasihan saya, karena kami semua terpaksa keluar uang extra untuk menyuruh orang lain membersihkan sampah dan jalan, setiap kali pak karso mangkir.Mau memberhentikan, kami semua tidak tega, begitulah , bertahun tahun kami terobang ambing antara rasa kesal dan kasihan kepada pak karso. Beberapa tahun lalu, pak karso lagi lagi sepeti biasa minta cuti lagi, kali ini katanya mau menghadiri wisuda anaknya yang nomer dua, yang bungsu.O, sudah kelar sekolahnya? tanya saya setengah kesal, karena sudah terbayang sampah yang bakal menggunung lagi. Ya bu, ini yang terakhir,...katanya pelan. Nah, anehnya, setelah itu, ia rajin masuk, tiap hari tidak pernah absen! Anak saya sudah kerja, katanya, yang besar sudah jadi guru , yang kecil juga sudah kerja, katanya dengan nada gembira.


Karena rajin masuk itu, maka banyak orang lain yang membarikannya kerja tambahan, dari tukang sampah erte kami, ia mulai juga menjadi tukang sampah erte erte tetangga. Anehnya, makin banyak pekerjaan, ia menjadi makin rajin, masuknya makin lama makin pagi, pulangnya makin sore, karena ada ada saja yang menyuruhnya memotong pohon, membersihkan halamannya dll dll. Bertahun tahun ia menjadi makin rajin, rasa kesal sayapun berganti menjadi simpati, setelah tahun bahwa hanya denga menjadi tukang sampah saja, ia berhasil meluluskan anak anaknya ke perguruan tinggi. Tidak hanya anak anak nya saja yang ia sekolahkan, tapi juga para keponakannya dan para keponakan istrinya.


Ia jarang mangkir, karena sekarang, menelpon dan mengirim uang kekampungnya sudah jauh lebih mudah. Tadi pagi, ia minta pinjaman uang lagi. Habis bagaimana bu, saya tidak punya uang, terpaksa pinjam erte tambahan buat uang masuk sekolah keponakan isteri saya lagi, ada yang putus sekolah lagi, orang tuanya sudah tidak sanggup lagi membiayai,... anak sekarang kan bu, kalau tidak sekolah kan bagaimana gitu,....lagipula bu,...saya tidak punya simpanan, simpanan saya ya buat akherat saja bu, menyekolahkan sebanyak banyaknya yang saya bisa,.....


Saya memandangi pak karso, sudah limabelas tahun saya mengenalnya,sudah belasan kali ia menghadap minta pinjaman uang, tapi kali ini, saya merasa kecil dihadapan pak karso,.... seseorang yang sudah punya simpanan banyak diakherat,....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar