Yang selalu saya inginkan adalah ketenangan. Dulu, saya setiap akhir pekan atau ada tanggal merah, saya lari dari kesibukan kota besar, dan menyepi di pegunungan atau dipinggir pantai yang jauh dari keramaian.
Tidak melakukan apa apa, doing nothing, saya hanya mengamati alam, mengamati laut, merasakan angin, hujan, awan berarak dll. Tapi, bahkan ditempat terpencil ada ada saja gangguan, penjaja makanan atau barang menawarkan dagangannya, tamu tamu lain di hotel yang riuh rendah, remaja dan anak anak berteriak kegirangan, yang meskipun saya ikut tersenyum melihat semua, tapi kesunyian terhenti sejenak. Lama kelamaan kesunyian di tempat tempat terpencil terganggu bukan oleh suara lain, melainkan oleh suara didalam kepala saya sendiri, terutama jika sedang banyak persoalan.Jadi, bahkan ditempat sunyipun, saya bisa merasa hiruk pikuk dalam kepala saya.
Diam bisa didapatkan dengan 2 cara; diam, yang berarti mulut berhenti berbicara, dan diam, yang berarti pikiran berhenti memikirkan segala sesuatu, hening saja.
Belajar diam saya mulai dengan diam tidak berbicara, kecuali seperlunya saja. Ada kalanya mulut hendak berkomentar, tapi saya menahan diri untuk tidak berkomentar. Saya belajar mengganti ber kata kata dengan senyuman saja. Bersamaan denga proses diam dimulut itu, saya belajar meditasi , proses mendiamkan pikiran.
kedua proses belajar berjalan lambat, pelan pelan, setiap kali harus mengusahakan sabar, toleransi, dan kasih. Sebuah proses belajar yang tidak mudah, yang harus dilakukan setiap hari, tidak peduli sedang 'in' atau tidak, saya mengharuskan diri saya sendiri untuk diam, dan meditasi, proses belajar diam dihati.
Proses belajar saya sudah berlangsung sepuluh tahun, tapi saya masih merasa harus terus belajar. Tapi saya tahu, ada perubahan, karena saya tidak usah lagi lari ke pegunungan atau pantai terpencil, saya cukup membentangkan tikar dan bantal untuk meditasi, dan menikmati diam dan hening. Dalam setiap percakapan atau berkumpul, saya cukup menikmati kebersamaan, dan memperhatikan orang orang lain, menikmati suasana,dalam menjawab, saya lebih banyak meng iya kan atau senyum saja, saya membalas sapaan atau bertanya, kadang hanya untuk sopan santun saja. Diam itu ternyata sangat damai.
Dengan damai dihati, hidup yang biasa biasa saja menjadi terasa luar biasa, (bukan sekedar slogan dimulut saja), segalanya menjadi lebih indah, bening dan bercahaya.
Dan yang lebih menyenangkan, diam dan hening bisa dilakukan dimana saja, bahkan didalam pasar yang ramai sekalipun, cukup konsentrasi ke nafas saja, tiba tiba semuanya menjadi hening.
"We need silence to be able to touch souls"
(Mother Teresa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar