Senin, 22 Agustus 2011

Emak Hoe.

Picture from; Gettyimages.




Emak duduk dimuka jendela, memandang keluar, menghela nafas, lalu berkata, anakku sepuluh, ya sepuluh, semua dilahirkan dirumah kecil ini, dengan pertolongan bidan saja, bahkan yang nomer lima itu, karena bidan terlambat datang,sekarang jadi agak bodoh,...mak tertawa kecil, menunjuk anaknya yang nomer lima itu,...malahan kulitnya hitam, tidak seperti saudara saudara lainnya yang putih, sakit sakitan pula,......... mak tertawa kecil lagi,...


kusekolahkan semua anak anak dengan berjualan kue, sampai lulus semua, lalu masing masing bekerja, macam macam lah, ada yang berjualan gorden, kosmetik, makanan, ada yang bekerja di apotek, ada yang membuat roti, ... mak menghela nafas lagi,... setelah terkumpul uang, satu persatu mereka pergi dari kampung kecil ini,... ada yang kekota besar, bahkan banyak yang keluar negeri, ke amerika, ke australia, ke kanada,... semua pada pergi mencari peruntungannya sendiri sendiri, mencari masa depan yang lebih pasti, daripada di kampung kecil ini,.....


Setahun sekali, tiap menjelang tahun baru, mereka mengirimkan uang, untuk keperluan mak disini,...tapi mereka tidak pernah datang sendiri,.. tak apalah, asal mak tau mereka sudah senang, mak juga ikut senang,...lagipula, dikota besar, apalagi diluar negeri, mana mereka punya waktu untuk kesini,.... makan waktu lama, dan banyak beaya untuk datang kesini,....mata mak meamandang jauh, seakan menembus hujan yang mungkin turun juga di tempat tempat jauh seperti disebutkannya,....


Langit cukup adil dan baik kepada mak, lihat si nomer lima ini, dari kecil agak bodoh, sehingga tidak bisa sekolah tinggi seperti saudara saudaranya, tidak bisa bekerja terlalau lama, dia pusing kepala,....jadi, tinggalah dia disini bersama mak,... kulitnya yang gelap membuat tidak ada yang melirik, dia tidak menikah,...... dulu mak selalu khawatir dengan perkembangannya, mak selalu khawatir, si nomer lima tidak punya jodoh, mak sembahyang terus, tapi untunglah,... doa doa mak tidak terkabul,.... mak tersenyum, matanya bercahaya ,...kalau tidak, tak tahulah mak, siapa yang merawat mak diusia mak yang tua ini,.... mak tersenyum lagi,.....sekarang cuma kami berdua yang tinggal dirumah kecil yang tidak berubah, sekeliling rumah sudah jadi pabrik yang berisik, tapi biarpun di bujuk bujuk untuk menjualnya, mak tidak akan menjual rumah kecil ini,.... mak mau mati disini,........mak tersenyum menatap mataku,...


makanya nak,... tidak usah kuatir kalau doa doa tidak terkabul, Langit pasti punya maksud dan rencananya sendiri,... lihat mak ini, justru si nomer lima yang paling mak cemaskan masa depannya, sekarang jadi penopang mak, kaki dan tangan mak,... Langit memang punya rencananya sendiri nak,...setelah lima puluh lima tahun berlalu, mak baru tau maksud baik Langit,....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar