Rabu, 27 Juli 2011

Kue atau the cookies.

Picture; From Gettyimages.


Seorang pengusaha yang sukses baru keluar dari rumah sakit untuk pengobatan kankernya yang memakan waktu yang lama. Ia bercerita,

'Sebelum menderita kanker, hidup saya cukup stress, banyak tekanan karena saya selalu harus mendapatkan apa yang saya inginkan, bagaimanapun caranya, harus saya dapatkan....' Ia tersenyum tipis dan melanjutkan,

'Kebahagiaan bagi saya pada waktu itu adalah mendapatkan sepotong kue, bila saya mendapatkan kue, saya gembira, bila tidak, saya menderita,... sialnya,... kue selalu berubah bentuk, kadang kue berubah menjadi uang, kadang menjadi menang tender, kadang menjadi order besar, kadang penghargaan dan pujian,kadang sex, kadang mobil baru,......pokoknya saya selalu harus mendapatkan kue ditangan,...' Ia menatap jauh dan melanjutkan,


'Seperti ketika saya memberikan sepotong kue pada anak saya yang masih kecil,... ketika ia mendapatkan kue itu, ia gembira, ketika kue hancur atau jatuh ia menangis, ... tapi pada waktu itu, ia berumur 2,5 tahun,.. sedangkan saya berusia 50 tahun,... perlu waktu sedemikian lama bagi saya untuk menyadari bahwa kue tidak memberikan kebahagiaan,.... kue ditangan saya harus saya pertahankan agar tidak jatuh, agar tidak diambil orang, agar tidak hancur, ... begitu banyak waktu dan pengorbanan yang saya lakukan demi menjaga kue tetap ditangan saya,... dan hehehe,... kadang bahkan saya tidak punya waktu untuk menikmati kue itu,....' Ia tertawa kecil,
'Kanker ini menyadarkan saya, bahwa tanpa kue ditanganpun saya bisa bahagia,... sekarang saya tidak terlalu peduli urusan perusahan, menang atau kalah, dapat atau tidak,...hehehe,...kebahagiaan tidak tergantung pada kue nya ,.. kebahagiaan tergantung pada hidupnya,...atau,... boleh saya bilang, bahwa hidup adalah kue itu sendiri,....'

(Dari, Eating the cookie, Rachel Naomi Remen MD)

Sabtu, 23 Juli 2011

Minta.

Picture; From Gettyimages.


Umi bilang, "Teman teman banyak yang menyuruh saya berdoa untuk minta. Minta apapun kepada Yang Maha .Apa yang kita inginkan dalam hidup, kita harus minta, nanti, pasti dikabulkan. Kalau tidak hari ini besok besok pasti dikabulkan. Teman teman ada yang minta jabatan, rejeki, anak, cucu, pekerjaan baru, kesembuhan dari penyakit,...kata mereka sih, semua dikabulkan. kata mereka, kalau tidak minta namanya kita sombong, tidak mau merendahkan diri kepada Yang Maha, lha wong kita disuruh minta, disuruh mengetuk pintuNYA, masakan kita tidak mau minta? Tidak mau mengetuk pintuNYA? "

Umi terpekur sebentar, menunduk, lalu melanjutkan; " Kadang, dalam hati umi ada terbersit juga perasaan iri, melihat teman teman mendapatkan apa yang mereka inginkan, tapi, umi lebih memilih untuk ikut bahagia dengan mereka...dan menahan diri untuk tidak meminta." "Bukannya umi sombong, tidak mau minta minta kepada Yang Maha, tapi kok, umi merasa malu,...malu, masak Yang Maha sudah begitu banyak memberi kepada umi , masak umi tidak merasa puas dengan apa yang sudah diberikan? apa yang ada? umi sih, berusaha berdamai dengan keadaan yang sudah diadakan oleh Yang Maha,... kalau tidak cukup, ya umi yang berusaha mencukup cukupi, mengurangi keinginan umi sendiri,...berusaha tidak banyak keinginan,....."

"Kalau ada hal yang tidak cocok dengan keinginan umi, ya umi berusaha menjadikan hal yang tidak umi sukai itu sebagai ujian untuk mengurangi ego umi, merendahkan hati, dan lebih mendekatkan diri kepadaNYA."

"kadang kadang kalau sakit sudah tidak tertahankan, ya umi minta juga,...minta sembuh atau minta kekuatan,...umi juga minta berkat dan minta ampun setiap hari sih,.... tapi, umi risih, malu, kalau sebentar sebentar minta ini dan itu,... rasanya seperti umi tidak tahu terima kasih .....tapi sih, itu tergantung orang nya,.... menurut umi pribadi sih, minta juga baik,... tidak minta juga baik,..." Umi tersenyum.

"Buat umi pribadi, mengetuk pintuNYA adalah mengetuk pintu CintaNYA, meminta kepadaNYA adalah meminta ampunanNYA, minta berkatNYA, bukan urusan urusan materi dan duniawi,..." Umi tersenyum menutup pembicaraan lalu pergi berlalu.

Selasa, 12 Juli 2011

Mengeluh.

Picture; From Gettyimages.


Seringkali kita mengeluhkan macam macam hal. Menyebalkan, jalanan kok macet melulu,...menyebalkan, si A mengejek aku didepan orang banyak,....menyebalkan, ban mobilku kempes dijalan,.... brengsek,hapeku hilang,....menyebalkan, harga harga tambah mahal,..... sial, hujan besar, kita kena banjir,.....dan lain lain hal kita keluhkan sehari hari. Rasanya kesal bercampur geram. Kalau bisa kita mau potong kompas supaya semua lancar, kalau bisa kita mau menghilangkan saja orang orang yang bikin kita kesal,kalau bisa kita maunya semua serba lancar, lapang, dan mudah, kalau bisa,........


Pema chodron mengibaratkan keluhan kita pada segala hal itu seperti seseorang yang mengeluhkan jalanan yang penuh duri dan berbatu tajam. Kalau bisa,jalanan itu mau ditutupi saja dengan kain atau kulit, supaya kaki nya tidak perlu lecet dan luka melangkah dijalan itu.

Tapi, apakah bijak menutupi seluruh jalanan dengan kulit? Lagipula, terlalu mahal, rumit dan tidak mungkin bukan?

Bukankah lebih bijak jika kita melapisi kaki kita saja dengan sepatu kain atau sepatu kulit, sehingga kaki kita terlindungi?

Begitu juga kita melangkah dalam hidup. Banyak batu dan lubang yang bakal melukai kita. Belajar kebijakan, menata hati , melindungi diri kita dari terluka. Seperti sepatu yang melindungi kaki dijalan yang penuh duri.

Senin, 11 Juli 2011

Guru.

Picture; From Gettyimages.




"Jika murid sudah siap, guru akan muncul dengan sendirinya."




"I learnt silence from the talkative,


Tolerance from the intolerant,


Kindness from the unkind,


And yet strange, I am ungrateful to those teachers."


(Khalil Gibran.)




How can I find a guru?


(Jaggi vasudev)


A guru is not the one who is blessing you, not offer you solace. whoever offer you solace is a pleasant human being, a good person or a saint, but not a guru. A guru is not pleasant, because, it's not his intentions to please you, his intention is to awaken you! Not to put you to sleep.


A guru is somebody who disturbs the fundamental aspects in you.


He disturbs everything in you. He does not allow you to sleep. He is not a solace paddler. He is somebody to assists you to your liberation.


You look for a guru only if you want to awaken yourself. When you are willing to transform yourself. When you want to drop your limitations and go to higher stages in life. If such longing is not yet there, then don't bother about gurus. You'd better entertain yourself, go to a cinema, have a good dinner, have a walk on the beach, those will help.




How do I recognize my guru? You don't have to look for him. You just deepen your longing in you. When you know the pain, when you know the true pain of not knowing, when you know the pain of ignorance, then a guru will emerged. You don't have to look.




Even when I see him, how do I recognize him? You sit with him. Everything in you should feel threatened. You want to run away.But there's something in you which keep pulling you toward him. You don't want to be there, but there's something in you keep drawing you in his direction. That is your guru.


If you don't feel threatened by him, if you feel very comfortable with him, then he is not your guru. Maybe he is your friend. Maybe he is just a good man. But he is not your guru.




Because if you choose, you will choose what you like. Yes, if you may choose, you will only choose what you like. What is it that you like? It is your EGO. Anybody who support your ego is your friend, not your guru.




"Whosoever may torment you,


Harass you,


Confound you, or upset you,


is a teacher,


not because they are wise,


But because you seek to become so."


(Mike dooley)











Minggu, 10 Juli 2011

Pak dan bu Jatim.

Picture; From Gettyimages.




Dekat rumah saya ada sebuah warung nasi kecil yang dimiliki oleh sepasang suami istri yang sudah sepuh. Menurut pengakuan mereka, usia mereka 80 tahunan. Dan mereka telah mengelola warung nasi sejak itu sejak 40 tahun yang lalu. Menurut saya sih, harga harga di warung nasi mereka agak mahal dibanding warung warung lainnya. Tidak heran, karena, jika pemilik warung nasi lain berbelanja sejak subuh ke pasar induk demi harga yang murah, pak dan bu jatim, demikian nama mereka yang saya kenal, berbelanja di tukang tukang sayur yang lewat saja, yang tentu saja lebih mahal dari pasar induk. Mereka melakukan itu, karena sudah sepuh dan tidak punya energi untuk ber lelah lelah ke pasar induk pada subuh hari. Biarpun agak mahal, namun jualan mereka laris dan selalu laku. Saya bayangkan tentunya keuntungan yang mereka peroleh lumayan, mengingat semua hanya mereka kerjakan berdua saja, tanpa pembantu.


Saya pernah menyarankan kepada pak dan bu jatim utnuk mengambil tenaga pembantu, tapi kata mereka, semua sudah biasa dikerjakan sendiri, dari jaman doeloe, semua juga dikerjakan sendiri. padahal sekarang mereka sudah sepuh dan bungkuk. Juga, pernah saya sarankan mereka membeli kulkas, supaya bisa menyimpan bahan makanan dan sisa makanan yang tidak habis terjual, tapi mereka bilang, 'ah, kulkas mah, barang mahal, ndak terbeli bu,....'


Melihat mereka menanak nasi masih menggunakan dandang dan kukusan, saya menyarankan mereka membeli rice cooker untuk mempermudah pekerjaan mereka, tapi pak dan bu jatim bilang, 'ah, bu, rice cooker mah masaknya sedikit sedikit, gak bisa sekaligus banyak,...'


Saya pikir, pak dan bu jatim adalah produk jaman doeloe, yang beranggapan bahwa kulkas dan rice cooker adalah barang mewah,yang hanya bisa dimiliki oleh orang orang kaya, mereka tidak tahu, bahwa sekarang, kulkas dan rice cooker sama seperti hand phone yang bisa dimiliki oleh segala kalangan. Pak dan bu jatim hidup pada jamannya saja, yaitu jaman doeloe, tidak tahu bahwa jaman telah berubah.




Pak dan bu jatim mengingatkan saya pada diri saya sendiri. Saya sering mengeluh, kenapa sekarang begitu banyak mall, sehingga orang berekreasi hanya dengan melewatkan waktu dengan berbelanja dan berbelanja. Kenapa jalanan begitu macet, kenapa begitu banyak kendaraan, kenapa udara menjadi begitu panas, kenapa pemandangan di puncak penuh dengan perumahan dan spanduk, kenapa sekarang pulang kerja menjadi larut malam dan macam macam kenapa, kenapa dan kenapa. Saya, seperti juga pak dan bu jatim tidak bisa menerima kenyataan bahwa sekarang memang demikian. Kenyataan yang ada sekarang harus bisa diterima, sayalah yang harus mengubah pandangan saya, bukannya mengeluhkan keadaan sekarang dan merindukan masa lalu. Pak dan bu jatim bagaikan cermin bagi saya, yang masih hidup dimasa lalu, dan susah menyesuaikan diri dengan keadaan sekarang.

Daripada terus mengeluh, saya harus menerima kenyataan bahwa, inilah sekarang, dan inilah yang terbaik, tanpa harus membandingkan dengan masa lalu.


Rabu, 06 Juli 2011

Barang barang

Picture; From Gettyimages.


Saya beru saja pindah rumah dan membereskan barang barang.

Saya menemukan banyak barang yang saya simpan selama ber tahun tahun tanpa pernah saya buka. Dari kemasan penyimpanan, saya tau, barang barang ini pernah menjadi barang yang sangat saya sukai atau saya anggap sangat berharga bagi saya pada waktu itu.

barang barang itu mungkin tidak berarti bagi orang lain, tapi sangat berarti bagi saya. Barang barang itu bisa berupa foto foto, buku buku, gambar gambar, kliping majalah atau koran, artikel artikel hasil print out, kartu kartu ucapan dari kenalan , hasil hasil 'prakarya' dan kerajinan tangan saya dll dll.


Menemukan barang barang itu, seperti membuka kenangan lama yang hidup bersama barang barang tsb. Peristiwa peristiwa yang berhubungan dengan barang barang tsb berkelebat seperti filem didalam pikiran saya. Ada yang membawa kembali perasaan senang, gembira, bahagia, banyak juga yang mengingatkan sakit hati, kecewa, kesepian, sunyi, dan putus asa.

Herannya, barang barang itu kini menjadi tidak berarti lagi bagi saya.

Barang barang yang pada suatu masa begitu berharga bagi saya, sampai sampai saya menyediakan kotak atau kemasan indah bagi barang barang itu, sekarang menjadi biasa biasa saja.

Saya sendiri heran, kenapa saya sampai memberi tempat istimewa dihati saya bagi kenangan kenangan itu.

Barang barang itu tidak berubah,walau beberapa sudah mulai kusam, tapi sayalah yang berubah, pandangan hidup saya, hati saya yang berubah, membuat barang barang lama beserta kenangannya tidak menimbulkan emosi apapun lagi dihati saya.


Mengetahui bahwa saya tidak lagi terpengaruh emosi yang dibawa kenangan kenangan lama, menggembirakan hati saya sendiri, karena saya tahu, meskipun barang barang itu masih ada disitu, tapi saya sudah bisa membuang 'excess baggage' dari hidup saya.

Sekarang, barang barang itu sudah saya buang semua. Kenangan lama tidak perlu ada pada barang barang, kenangan ada dihati untuk direnungkan, dipelajari pesannya, dan digunakan untuk melangkah lebih lanjut. Selain hati yang ringan dan lapang, keuntungan lainnya adalah, sekarang, lemari lemari dan rak rak buku saya menjadi lowong dan bersih. Ternyata saya tidak perlu menambah lemari dan ruang untuk penyimpanan, saya hanya perlu membuang kelebihan muatan dihati.