Minggu, 10 Juli 2011

Pak dan bu Jatim.

Picture; From Gettyimages.




Dekat rumah saya ada sebuah warung nasi kecil yang dimiliki oleh sepasang suami istri yang sudah sepuh. Menurut pengakuan mereka, usia mereka 80 tahunan. Dan mereka telah mengelola warung nasi sejak itu sejak 40 tahun yang lalu. Menurut saya sih, harga harga di warung nasi mereka agak mahal dibanding warung warung lainnya. Tidak heran, karena, jika pemilik warung nasi lain berbelanja sejak subuh ke pasar induk demi harga yang murah, pak dan bu jatim, demikian nama mereka yang saya kenal, berbelanja di tukang tukang sayur yang lewat saja, yang tentu saja lebih mahal dari pasar induk. Mereka melakukan itu, karena sudah sepuh dan tidak punya energi untuk ber lelah lelah ke pasar induk pada subuh hari. Biarpun agak mahal, namun jualan mereka laris dan selalu laku. Saya bayangkan tentunya keuntungan yang mereka peroleh lumayan, mengingat semua hanya mereka kerjakan berdua saja, tanpa pembantu.


Saya pernah menyarankan kepada pak dan bu jatim utnuk mengambil tenaga pembantu, tapi kata mereka, semua sudah biasa dikerjakan sendiri, dari jaman doeloe, semua juga dikerjakan sendiri. padahal sekarang mereka sudah sepuh dan bungkuk. Juga, pernah saya sarankan mereka membeli kulkas, supaya bisa menyimpan bahan makanan dan sisa makanan yang tidak habis terjual, tapi mereka bilang, 'ah, kulkas mah, barang mahal, ndak terbeli bu,....'


Melihat mereka menanak nasi masih menggunakan dandang dan kukusan, saya menyarankan mereka membeli rice cooker untuk mempermudah pekerjaan mereka, tapi pak dan bu jatim bilang, 'ah, bu, rice cooker mah masaknya sedikit sedikit, gak bisa sekaligus banyak,...'


Saya pikir, pak dan bu jatim adalah produk jaman doeloe, yang beranggapan bahwa kulkas dan rice cooker adalah barang mewah,yang hanya bisa dimiliki oleh orang orang kaya, mereka tidak tahu, bahwa sekarang, kulkas dan rice cooker sama seperti hand phone yang bisa dimiliki oleh segala kalangan. Pak dan bu jatim hidup pada jamannya saja, yaitu jaman doeloe, tidak tahu bahwa jaman telah berubah.




Pak dan bu jatim mengingatkan saya pada diri saya sendiri. Saya sering mengeluh, kenapa sekarang begitu banyak mall, sehingga orang berekreasi hanya dengan melewatkan waktu dengan berbelanja dan berbelanja. Kenapa jalanan begitu macet, kenapa begitu banyak kendaraan, kenapa udara menjadi begitu panas, kenapa pemandangan di puncak penuh dengan perumahan dan spanduk, kenapa sekarang pulang kerja menjadi larut malam dan macam macam kenapa, kenapa dan kenapa. Saya, seperti juga pak dan bu jatim tidak bisa menerima kenyataan bahwa sekarang memang demikian. Kenyataan yang ada sekarang harus bisa diterima, sayalah yang harus mengubah pandangan saya, bukannya mengeluhkan keadaan sekarang dan merindukan masa lalu. Pak dan bu jatim bagaikan cermin bagi saya, yang masih hidup dimasa lalu, dan susah menyesuaikan diri dengan keadaan sekarang.

Daripada terus mengeluh, saya harus menerima kenyataan bahwa, inilah sekarang, dan inilah yang terbaik, tanpa harus membandingkan dengan masa lalu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar