Seseorang bercerita kepadaku; "Sejak saya kecil, saya selalu melewatkan tiap akhir minggu bersama ayah di kamar kerjanya. Ayah saya mengkoleksi uang logam 5 sen dari jaman dulu,.. herannya, ia cuma mengkoleksi yang 5 sen saja, bukan yang lain. Tiap hari sabtu ia mengajak saya masuk kekamar kerjanya dan menyuruh saya memoles kepingan uang logam tersebut sampai mengkilat. Selama saya memoles kepingan 5 sen tersebut, ayah duduk diam sambil membaca koran atau buku. Suasana sangat hening, diam,tidak ada yang berbicara,......cuma kadang kadang saja ayah mengomentari,... 'masih ada yang kotor tuh disebelah bawahnya...' lalu saya mengulangi lagi hasil polesan saya .
Mula mula, saya bangga disuruh memoles koleksi nya, maklum anak kecil, ...... tapi setelah bertahun tahun berlalu dan saya mulai beranjak besar, saya mulai bosan dan benci pekerjaan tersebut. Tapi saya diam saja, saya tetap memoles dengan hati kesal dan marah.... sampai suatu ketika, saya tidak tahan lagi dan saya berontak,...saya bilang tidak mau memoles lagi,... ayah tidak terima dan marah,...kami ribut besar,....dan kami tidak saling bicara beberapa bulan sesudahnya.
Setelah itu, saya tidak pernah lagi memoles kepingan logam 5 sen apapun. Saya lihat, tiap akhir pekan ayah duduk sendirian dikamar kerjanya dan memoles sendiri tiap kepingan uang logam 5 sen koleksinya. Saya diam saja dan berlalu.
Tigapuluh tahun sesudahnya, saya telah pindah kekota lain dan berkeluarga, satu saat ayah sakit parah. Saya datang menjenguknya. Saya masuk kekamarnya dan duduk diam saja disamping tempat tidurnya. Ayah terbangun, dan tersenyum melihat saya datang.
Saya juga tersenyum, lalu, memperkirakan bahwa waktu ayah tidak bakalan lama lagi, saya bertanya,....mengapa waktu dulu ayah selalu menyuruh saya memoles kepingan uang logam 5 sen koleksinya?
Ayah menjawab pelan,.....cuma supaya kita punya waktu bersama sama,...."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar