Rabu, 01 Juni 2011

Niang tak mau berhenti.

Picture; From Reygallery.


Niang adalah panggilanku pada ibuku.

Niang selalu berbicara dengan dirinya sendiri dengan suara keras, tidak memberikan tempat bagi suara lain masuk dalam hidupnya.

Memang niang selalu rajin kegereja, tiap jumat, sabtu dan minggu, niang tidak pernah absen mengikuti berbagai ritual Niang juga rajin pergi keberbagai tempat ziarah terkenal, tapi hal itu tidak meyurutkannya untuk menyuarakan suaranya sendiri, tidak peduli kata para pemuka gereja, tidak peduli apa kata para pembimbing, niang selalu punya pendapatnya sendiri, dan tidak ragu untuk mengutarakannya.

Selain tidak berhenti menyuarakan pendapatnya, niang juga tidak berhenti berjalan mengikuti kakinya yang membawanya kesegala pelosok.

Setiap hari dalam seluruh hidupnya niang tidak pernah berhenti melangkahkan kakinya.

Dengan naik kendaraan umum, setiap hari niang berjalan dari satu pasar ke pasar lain, dari satu tempat keramaian ke tempat keramaian lain, dari satu negara ke negara lain.

Bisa dikata, seumur hidupnya niang sudah menjelajah kesegala kota besar diseluruh dunia. Niang hanya berjalan jalan, tanpa belanja, tanpa berhenti,tanpa mengamati, hanya berjalan mengikuti kata hatinya untuk berjalan dan bersuara mengutarakan pendapatnya sendiri, tanpa perlu mendengar jawab atau atau menunggu tanggapan yang mendengar.

Niang melewati ribuan etalase pertokoan tanpa harus masuk, melewati ribuan restoran tanpa pernah tergoda untuk singgah, bagi niang cukup sebotol minuman yang selalu dibawanya, dan setangkup roti atau kue menemani perjalanannya.

Tanpa memperhatikan makanan dan penampilannya, tidak heran niang sering disangka tunawisama dan sering mengundang belas kasihan orang yang melihatnya. Mereka menawarkan makanan, minuman, tumpangan bahkan tempat berteduh. Niang menampik sinis semua tawaran baik orang dan melanjutkan langkah kakinya.

Kadang niang bersepeda juga. Laju sepedanya meliuk liuk menyeramkan bagi yang melihatnya, tapi tidak bagi niang sendiri, niang terus saja melaju, membuat semua orang menahan nafas melihatnya.

Menyebrang jalan adalah salah satu kegembiraan lain bagi niang.

Niang tidak pernah lewat jembatan penyebrangan, niang menundukkan kepalanya, dengan mata setengah terpejam, niang melangkah menyebrang jalan selebar apapun, seramai apapun, dimanapun.

Banyak mobil mendadak mengerem sampai mencicit, orang berteriak menahan nafas, tapi niang selalu selamat sampai keseberang, dan tersenyum senang, seperti telah memenangkan suatu pertandingan.

Seumur hidupnya niang tidak pernah diserempet apalagi ditabrak karena cara menyebrangnya yang nekad itu.

Paling paling lecet kecil kecil karena jatuh ketika lompat dari bis yang berlari kencang, atau lututnya luka karena terperosok kedalam lubang jalan, ya,.. cuma luka luka kecil yang cepat sembuhnya.

Setelah berjalan tanpa henti, tanpa lelah, tanpa tujuan, tanpa pernah sakit, tanpa pernah lelah, satu waktu diusianya yang ke 87 tahun, kaki niang tiba tiba tidak mau diajak melangkah lagi.

Niang ribut bukan kepalang, berteriak teriak menyuruh kakinya melangkah mengikuti kemauan hatinya, tapi kedua kakinya diam saja.

Niang terpaksa mau duduk dikursi roda. Tapi, dikursi rodapun niang tidak bisa diam, minta didorong jalan jalan, atau bergeser kian kemari.

Sejak kakinya mogok tidak mau diajak jalan, siang ataupun malam niang tidak pernah lagi tidur barang sekejappun. Kalau siang niang minta jalan jalan, maka malam hari niang mengamuk. Menggeser geser perabotan, bahkan lemari. Dokter yang datangpun heran, obat penenangnya tidak bereaksi sama sekali, niang tetap tidak mau diam dan terus berteriak teriak. Bahkan beberapa kali niang terjatuh karena tidak mau diam, herannya, meskipun luka, niang seakan tidak merasa,...'tidak sakit' katanya, padahal luka dikepalanya cukup parah bagi orang seusianya.

Dokter bilang, mungkin ada 'sesuatu' yang harus niang lepaskan.

Maka didatangkanlah beberapa kali orang orang 'pintar'.

Biarpun mereka tidak saling kenal satu sama lain, dan datang berlainan waktu, mereka semua bilang hal yang sama, niang sakti!

Niang punya pegangan, pelindung, susuk, yang hebat nan sakti!

Tentu saja aku terkejut bukan alang kepalang mendengar hal ini, antara percaya dan tidak . Tapi setiap kali satu ritual diadakan, ada yang hilang dari diri niang. Pertama kali diadakan pengusiran, tiba tiba saja niang tidak bisa lagi duduk, dan tidur saja diranjang.

Tidur saja diranjang tidak membuat niang berhenti bersuara, bahkan semakin keras dan ngawur, ngaco. Orang kedua yang mengadakan pengusiran, membawa daun kelor yang ketika diminumkan, tiba tiba saja niang bersuara pelo, seperti anak kecil baru belajar bicara.

Tapi, pelo ataupun tidak, tidak menyurutkan niang untuk tetap bersuara dan membelalakan matanya kian kemari.

Pengusiran berlanjut beberapa kali, seperti membuka lapis demi lapis kesaktian niang. Ada yang berupa asap , ada yang berupa logam kuning, ada yang seperti bayangan hitam. Aku makin terheran heran dengan kenyataan ini, suatu hal yang sama sekali bahkan terpikirpun tidak.

Setelah dua minggu tidur saja, tiba tiba niang menghembuskan tiga nafas panjang terakhirnya, dan berhenti bernafas. Orang orang ramai menangis dan membaca doa, tapi dokter yang memeriksa bilang, meskipun sudah tidak bernafas, tidak ada denyut nadi, jantung niang masih berdetak! Kami semua menunggu. Dan menunggu. Meskipun badannya sudah dingin, tapi tidak kaku kaku, meskipun bola matanya tidak bereaksi lagi terhadap cahaya, tapi tidak pudar pudar. Niang tidak mati mati. Dokter bingung, apalagi kami.

Tiga hari kami menunggu kapan jantung niang mau berhenti berdetak, dan pada hari ketiga, jantung niang benar benar berhenti. Dokter menyatakan bahwa niang sudah mati.

Ketika kami kremasi, salah satu orang pintar yang pernah datang, menelpon kami, katanya, masih ada logam berenergi yang ketinggalan dikepala niang, coba di cek di abu pembakarannya.Tapi aku tidak mau mencek kebenarannya, biarlah itu menjadi misteri yang dibawa niang sendiri, tanpa aku, kami semua pernah mengerti,kapan, kenapa, dan buat apa, niang memasang semua penangkal itu dalam dirinya.

May her soul rest in peace.

(Niang, 1924-2011)












































Tidak ada komentar:

Posting Komentar